Kalimat menggantungkan cita cita setinggi langit mungkin sudah akrab di telinga kita sejak kita kecil. Pagi ini, dalam perjalanan dari Jakarta ke Jayapura menuju tujuan akhir di Wamena, kalimat itu kembali terngiang.
Waktu kita ingin menggantungkan sesuatu, pasti ada tempat yang dijadikan cantelan. Kelihatannya di langit tidak ada itu. Dari sudut jendela pesawat, coba kuintip. Ada awan yang asyik bermain, bercanda di taman langit biru. Ada matahari yang sedang mandikan sinarnya untuk manusia-manusia dibawah kolong langit. Kebebasan, keindahan, dan kemegahan - semua yang terlihat. Langit sendiri mungkin akan mengakui bahwa dirinya masih lebih kecil dari semesta. Dan semesta yang pun belum pernah kulihat, kupercaya memiliki Tuan atasnya.
Kembali ke masalah gantung-menggantung. Rasanya mungkin akan lebih sreg kalau kalimat yang digunakan adalah "Serahkanlah cita-citamu pada empunya pencipta langit dan semesta"
Waktu kita ingin menggantungkan sesuatu, pasti ada tempat yang dijadikan cantelan. Kelihatannya di langit tidak ada itu. Dari sudut jendela pesawat, coba kuintip. Ada awan yang asyik bermain, bercanda di taman langit biru. Ada matahari yang sedang mandikan sinarnya untuk manusia-manusia dibawah kolong langit. Kebebasan, keindahan, dan kemegahan - semua yang terlihat. Langit sendiri mungkin akan mengakui bahwa dirinya masih lebih kecil dari semesta. Dan semesta yang pun belum pernah kulihat, kupercaya memiliki Tuan atasnya.
Kembali ke masalah gantung-menggantung. Rasanya mungkin akan lebih sreg kalau kalimat yang digunakan adalah "Serahkanlah cita-citamu pada empunya pencipta langit dan semesta"
0 comments